My
Story : Rasa Di Ujung Cerita
Aku memandang langit yang memerah
menandakan senja akan menampakkan dirinya dan mataharipun terbenam di ufuk
barat, begitupun dengan senja yang telah memanggil burung kesayangannya untuk
kembali ke tempat peristirahatan malamnya yang hangat. Kembali terbayang
kisah-kisah indah bersama Virly dan Alya sahabat sejatiku. Lagi – lagi aku
hanya termenung dan berusaha untuk lari dari kenyataan saat aku berhadapan
dengan Virly. Berjuta kisah manis, beribu kenangan indah, sejuta harapan dan
asa bersama , sejuta mimpi telah terukir di sepanjang lorong perjalanan
kehidupan kita, bersama Virly dan Alya aku mengerti arti kehidupan yang
sesungguhnya, tetapi hanya hitungan detik semuanya hancur tanpa sisa. Aku telah
mencoba untuk menerima keputusan dia , tapi rasa persahabatan itu terlalu dalam
dan suci untuk aku hilangkan dari otak dan perasaanku. Aku merasa sedang
melangkah di atas kaca, jika aku mengingat kembali kejadian itu. Sebelumnya dia
adalah sahabat sejatiku bahkan bisa juga dikatakan bahwa kita adalah sahabat sehidup dan semati. Virly, Alya dan aku selalu
bersama – sama melewati pahit manisnya hidup. Melewati setiap detik menjadi
remaja yang bebas tetapi masih dalam batasan norma tentunya, menapaki perjalanan
hidup yang penuh liku – liku. Persahabatan sejati kini telah kandas hanya
karena sebuah kesalahpahaman. Sungguh di sayangkan jika tali persahabatanku
dengannya goyah hanya gara – gara orang yang menurutku tidak
penting sama sekali. Muak rasanya jika aku mengingat orang itu mendengar
namanya saja sudah menghilangkan mood ku
selama seharian penuh. Aku sangat saying pada sahabat – sahabatku, tetapi
sebuah kesalahpahamanlah yang membuat kami harus terpecah – belah. Aku berharap
dapat menemukan titik terang untuk menyelesaikan masalahku ini, beban hidupku
sudah terlalu berat, aku ingin mejadi manusia yang tegar, tetap berdiri kokoh
di tengah badai yang menghantam dari berbagai sudut. Tidak ada sedikitpun sesal
di lubuk hatiku karena telah bertahan dengan kesetiaanku menunggu sebuah energy
positif perdamaian dengan Virly, walau
Virly tak mampu melihat tulusnya sayangku kepadanya. Virly dan Alya adalah
pelita hatiku, yang senantiasa menerangi ruang palung hati yang terdalam ini,
saat ini, esok dan sampai nanti.
Virly marah kepadaku saat kami mulai beranjak memasuki dunia baru
kita “Masa Putih Abu – Abu” . Tiga bulan yang lalu tepat pada saat kami memasuki SMA, di masa inilah adalah
masa yang paling menyenangkan untuk para remaja. Karena di masa itulah kita
bias meluapkan emosi kita, hidup kita terasa lebih sempurna , menjadi remaja
yang bebas dan banyak mempunyai pengalaman yang menyenangkan tentunya. Memasuki
dunia remaja baru adalah impian semua orang. Kami bertiga mendaftar di sekolah
yang sama dan juga di jurusan yang sama yaitu di jurusan IPA. Sedangkan Alya
memilih untuk memasuki jurusan IPS karena dia ingin jadi orang yang social. Itu semua kita lakukan karena kita tidak ingin berpisah.
Aku ingin hidup lebih lama,
menikmati setiap keindahan yang terpancar di sudut bumi ini, mengarungi lautan
samudera yang terbentang luas, menghirup dalam – dalam setiap oksigen dan
energy positif yang di anugerahkan Tuhan sebagai bukti keagungan – Nya. Aku
juga ingin menjadi Bintang Sirrius. Seburuk apapun cuaca di langit sana, dia
akan senantiasa bersinar terang menemani bulan. Itulah khayalan setinggi
langitku yang tidak mungkin rasanya untuk di wujudkan, itu hanya prinsip hidup ,
yang jika di pegang teguh, niscaya akam mengantarkan aku menjadi pribadi yang
berhasil.
***
Sehari sebelum masuk sekolah, semua
peserta didik baru wajib masuk karena akan di beri pengarahan dan pengumuman
tentang persiapan yang akan di bawa untuk menyambut Masa Orientasi besok. Aku dengan teman – teman baru ku baris di
lapangan. Wakil ketua OSIS menyampaikan semua yang harus kami lakukan besok,
Ketua OSIS berhalangan hadir karena ada urusan yang pastinya sangat rumit untuk
di jelaskan.
Bagi siswa cewek harus memakai nama yang dituliskan
di karton dan dikalungkan di leher, memakai selendang yang terbuat dari jajanan
, memakai kaos kaki 2 warna , wajah yang di olesi dengan arang ,rambut harus di
ikat sebanyak tanggal lahirnya masing – masing diikat menggumakan permen yang
sudah di talikan dan yang terakhir memakai tas yang terbuat dari karung. Semua
persyaratan itu cukup membuat siswa baru bergumam sendiri , karena terlalu
shock dengan pernyataan wakil ketua OSIS tadi, tetapi bagiku itu adalah hal
yang biasa karena waktu SMP dulu , persyaratannya lebih gila lagi.
Aku, Virly dan Alya bergegas menuju mobil, aku tadi
di antar sopir, kami akan menuju supermarket untuk membeli perlengkapan tadi.
Setelah itu aku mengantar Alya dan Virly kerumah mereka. Masa orientasi tiba, Dimana banyak anak anak yang berpakaian aneh, dan
juga dikerjain sama kakak osis nya. Aku
berkemas membawa seluruh atribut yang perlu di persiapkan. Semuanya telah
tertata rapi di ruang tamu, kini tinggal menunggu ayahku berkemas mempersiapkan
dokumen – dokumen kantornya. Aku mengeluarkan ponselku , kucari kontak bernama Virly.
Aku menelepon Virly , setelah sekian lama menunggu Virly tak kunjung mengangkat
panggilan dariku, tidak biasanya Virly seperti ini.
“Shila..
apa kamu sudah siap Sayang?” Panggil Ayah mengagetkanku.
“Sudah
Ayah.” Jawabku dengan nada bersemangat.
Aku
kembali menelepon Virly di mobil, tetapi tidak kunjung di angkat juga.
“Ada
apa dengan Virly.” Gumamku.
Sepanjang
perjalanan kesekolah ku lalui dengan rasa gelisah, sampai akhirnya mobil ayahku
berhenti di depan gerbang sekolah baruku. Akupun tersadar dari lamunan dan
langsung berpamitan dengan ayah.
Kakiku mulai berpijak di tempat yang
asing bagiku, maklumlah baru pertama hari masuk sekolah, rasanya aneh banget. Aku tampak asing berada
disini, enggak satupun ku kenal dengan orang – orang disini kecuali sahabatku Virly,
dan Alya. Aku melihat kakak – kakak disini wajah – wajahnya terlihat garang dan
galak semua. Karena hari pertama aku sekolah, aku tampak bingung dengan sekolah
ini. Aku bingung dimana kantin,ruang guru,WC,dan kelas aku nanti. Kakiku
melangkah menyusuri setiap tempat di sekolah ini.
“Virly,
Alya kalian di mana?” gumamku.
Lelah aku
mencari Virly dan Alya, Aku duduk termenung di kursi taman belakang sekolah ,
tangan mungil seseorang tiba – tiba menepuk pundakku. Akupun terpernjak.
“Jangan
melamun di sini, bukannya ikut gabung
sama teman kamu yang lain, malah enak – enakan disini. Sana cepat gabung.”
Perintah orang itu.
Akupun hanya memperhatikan wajahnya tanpa
megindahkan pernyataan dia, wajah kakak itu sangat mempesona. Menarik perhatian
siapapun yang berhadapan dengannya.
“Malah
bengong. Hellooow ... saya bicara dengan orangkan? Bukan dengan patung.” Lanjut
kakak itu dengan nada yang sedikit tinggi mungkin kesal karena aku hanya
bengong ketika dia bicara panjang lebar.
“Iya kak.
Saya disini sedang menunggu teman.” Jawabku.
“Semuanya
telah berkumpul di halaman depan adik manis.” Pelan tapi cukup menyindirku.
Diapun membalikkan badan dan pergi begitu saja meninggalkan aku tanpa sempat ku
tahu namanya.
Akupun berlari ke halaman depan mencari
segerombolan siswa baru yang berkumpul. Aku ikut bergabung di deretan ratusan
siswa baru. Semunya telah berbaris rapi siap untuk mengikuti upacara apel
pembukaan Masa Orientasi Siswa. Semua mata tertuju kepadaku, betapa malunya aku
karena hanya aku satu – satunya peserta MOS yang belum siap mengikuti apel.
Pandanganku tertuju pada kakak laki – laki yang di taman tadi. Ternyata dia
adalah ketua OSIS di sekolah ini.Kakak Kece tadi bernama Rafiko Nazzar
Suryadinata. Oh My God.
Setelah
apel selesai ,semua peserta mulai membuyarkan dirinya, mereka siap untuk
mengikuti agenda selanjutnya. Tiba – tiba seseorang memanggilku.
“Hey......
kamu tadi yang terlambat.” Panggil kakak Wakil Ketua OSIS yang kemarin
memberikan pengumuman. Aku langsung menghampiri kakak itu, dengan rasa takut
yang menyelimuti.
“Hadeeh
mau di apakan lagi aku.” Gumamku dalam hati.
Nama
kakak itu adalah Celine, yang kuketahui dari Kartu Tanda Anggota OSIS. Kakak
itu sangat sinis mukanya. Kakak itu sepertinya mempunyai hubungan yang istimewa
dengan kakak Fiko, karena dari tadi aku memperhatikan mereka sangat akrab dan
binar cahaya di mata kak Fiko menunjukkan
bahwa dia sangat mencintai kak Celine. Kak Celine cantik tapi judes.
“Kakak
memanggil saya?” tanyaku dengan nada rendah
“Iya
emangnya siapa lagi , kamu yang tadi terlambat kan?” Tanya kak Celine.
“Ada apa
kak?” jawabku terbata – bata .
“Kamu
tadi dari mana saja , semua sudah siap untuk apel, kamu malah baru dating.”
Tanya kakak Celine dengan tegas.
“Saya
tadi dari taman belakang kak, saya tidak tahu kalau semua sudah siap berkumpul
disini.” Jelasku.
“Alasan
saja kamu, kamu tahukan disini sangat tegas peraturannya. Ini sekolah faforit ,
semua yang menginjakkan kaki disini harus bersedia dan tunduk patuh terhadap
peraturan yang ada disini, sebagai hukumannya kamu harus mencari salah satu
kakak OSIS yang berulang tahun hari ini. Cari sampai dapat, dan bawa orangnya
kesini. Kamu paham.” Perintah kakak sinis itu.
“Kalau
kamu tidak bias menemukannya , kamu akan berlari keliling sekolah ini sebanyak
10 kali.” Sambung kakak Celine. Semakin menyebalkan saja kakak ini.
“Iya
kalau ada yang berulang tahun hari ini kak? Kalau tidak ada bagaimana?” Tanyaku
balik.
“Gue kasih
bocoran sedikit, pokoknya hari ini ada yang berulang tahun, maka dari itu loe
harus cari orang itu sampai ketemu dan bawa kesini.” Perintah Celine.
Aneh
sekali hukumannya , masak aku di suruh mencari orang yang berulang tahun di
hari ini , Hellooow ini sekolah luas banget. Tiba - tiba teringat di benakku
rasanya hari ini ada sesuatu yang sangat istimewa bagiku.
“Ya ampun
inikan hari ulang tahunku!!!” aku sendiri
lupa dengan hari ulang tahunku, saking sibuknya mempersiapkan MOS. Anehnya Virly,
Alya dan keluargaku tak ada yang ingat. Aku mulai memutar otakku mencari ide ,
mencari kakak senior yang berulang tahun hari ini. Dimana aku harus mencarinya
. Masak aku harus tanya satu per satu kakak – kakak senior itu.
“Dasar
Celine gilaaa!!!” (batinku dalam hati)
Aku berputar
keliling Loby, mencari referensi. Kakiku berlari menuju ruang TU ,siapa tahu
aku disana mendapatkan data tentang murid disini. Aku meminta izin pada admin
TU, untung saja beliau mengizinkan aku untuk mengobrak – abrik datanya.
“Rafiko Nazzar
Suryadinata 15 Juni 1996. Anak XI IPA 1.” Ku balikkan badan ku berlari menuju
pintu keluar TU, sampai lupa mengucapkan sepatah kata terimakasih pada admin TU
tadi. Sungguh sopannya diriku. Ku seka semua orang yang menghalangi jalanku,
aku berlari mencari kakak Fiko Bertanya kesana kemari mencari batang hidung
kakak Fiko. Ternyata dia berada di taman belakang membaca novel dan earphone
yang terpasang di kupingnya.
“Permisi
kakak.” Kataku perlahan.
“Ada
apa?” jawabnya singkat . sepertinya aku telah mengganggunya.
“Maaf kak
ganggu, apa kakak hari ini berulang tahun?” tanyaku langsung menuju ke
permasalahan tanpa basa – basi.
“Anak
kecil sok tau. Mau gue ulang tahun hari ini kek , besok , tahun depan. Itu
bukan urusan loe” Jawabnya sinis dan masih asyik dengan novelnya.
“Kakak
mau bantu aku nggak, aku kena hukuman karena terlambat ikut apel tadi kak,
tolong kakak ikut aku sekarang , tolong?” pintaku memaksa. Kurang yakin apakah
kakak Fiko akan mau atau tidak.
“Bukan
urusan gue ini, suruh siapa loe pakai acara terlambat segala.” Jawab kakak Fiko
dengan kesal.
Aku kembali memutar otakku . pandanganku tertuju
pada kantin sekolah yang menjual berderet makanan. Kutinggalkan kak Fiko,
kakiku melangkah ke kantin sekolah dan membeli 15 kue donat sesuai denga tanggal
kahirnya. Ku berikan kue donat itu kepada kakak Fiko dan ku nyanyikan lagu “
Selamat Ulang Tahun” untuknya. Diapun memandangku dengan tatapan berbinar.
“Anak
kecil yang keras kepala.” Gumamnya lirih. Tapi telingaku masih normal untuk
mendengar perkataannya.
“Happy
b’day kakak... entah karena alasan apa kakak gak mau merayakan ulang tahun
kakak hari ini. Yang pasti kakak mau kan bantu aku. Kalau nggak aku bakal di
suruh lari mengitari sekolah ini sebanyak 10 kali. Kakak tega melihat adik
kelasnya sengsara?” kataku myerocos begitu saja.
“Sekali
nggak tetep nggak. Mending kamu cari orang lain , aku nggak suka di paksa”
pungkas Kak Fiko meninggalkan aku.
“Huh
menyebalkan sekali kakak itu, di mintai tolong saja susahnya minta ampun. Apa
dia gak pernah di ajari tentang tolong – menolong. Hatinya tak setampan
wajahnya. Dasar Kakak Judes.” Gumamku sebal dengan orang itu.
Aku menghampiri kak Celine yang tadi memberikan
hukuman kepadaku tamatlah riwayatku, yang benar saja ternyata dia bukan sekedar
gertak sambel .Dia menyuruhku berlari keliling sekolah sebanyak 10 kali. SANGAT
MENYEBALKAN!!!!! Perlakuan Celine dan Fiko tidak akan pernah kulupakan , betapa
malunya diriku.
“Shil..”
teriak Virly.
Aku
langsung berlari menghampiri dia.
“Kemana
saja kamu Vir.” Tanyaku meminta penjelasan kepada Virly.
“Oo. Tadi
aku sengaja berangkat pagi karena aku mau bertemu dengan seseorang Shil. Maaf ya membuat kamu khawatir Nona Manis.” Jelas Virly.
Begitulah Virly menyebutku dengan panggilan
Nona Manis.
“Ponsel
kamu nggak kamu bawa?” tanyaku pada Virly.
“Ya
ampun.. aku lupa membawa ponselku Non. Tadi aku menaruhnya di kamar dan aku
lupa untuk membawanya.” Virly mencoba
menyakinkan aku.
“Maaf
telah membuatmu menunggu Non.” Sambung Virly.
“No
Problemo.” Jawabku singkat. Pertanda bahwa aku masih kesal dengan Virly karena
dia telah membuatku mengitari satu sekolah yang luasnya tidak bias dihitung
dengan kalkulasi pikiranku.
“Kamu
capek ya Shil, kamu tadi kena hukuman ya , aduuh kasian banget sih nona manisku
ini, aku belikan minum ya.” Virly terus nyerocos seakan – akan tidak memberikan
celah kepadaku untuk menjawab pertanyaannya.
“Ini
semua gara – gara senior gesrek itu, masak gara – gara terlambat beberapa menit
aku langsung kena hukuman , mana hukumnnya aneh lagi. Sebbel gue.”
“Maklumlah
Non, para senior itu saat ini sedang merayakan hari kemenangannya karena bias
ngerjain adik kelasnya se-enak jidatnya. Yang sabar ya Non. Lagian kamu tadi
dari mana saja sih?” Tanya Virly penasaran.
“Aku tadi
nyariin kamu sama Alya , adanya aku yang nanya kamu itu tadi di mana aja.”
“Hehehehe...
ya maaf tadi aku dan Alya ikutan
berderet mengantri di tengah lautan kaum hawa hanya untuk melihat Kakak Ketua
OSIS yang kecenya gak bisa di ungkapkan dengan kata – kata.” Jelas Virly
mencoba mengalihkan perhatian.
“Masak, lebay kamu Vir.” Jawabku.
“Di
bilangin gak percaya, dia ketua OSIS di sekolah ini. Itu alasan mengapa aku
berangkat pagi sekali tadi. Aku Cuma ingin menyambut kedatangan si pangeran Kece
itu.
Mungkin
yang di maksud Virly adalah Fiko orang yang telah membuatku kena hukuman.
Sungguh malas aku mendengar namanya.
“Maksud
kamu Fiko?” tanyaku pada Virly.
“Yupzz ,
gimana dia gantengkan?” Tanya balik Virly.
“Muka
standart kayak gitu, di mana – mana ada.
Aku benci sama dia, gara – gara dia Aku kena hukuman. Aku bersumpah nggak akan
pernah suka sama dia, kalau aku sampai suka sama dia, aku rela di kasih hukuman
yang seberat mungkin.” jawabku kesal dan menutupi kenyataan bahwa Fiko memang
sangat tampan. Hidungnya mancung, bulu matanya lentik, badannya tegap, kulitnya
putih bersih, fisiknya hampir mendekati
sempurna. Tetapi jika mengingat perlakuannya tehadapku tadi, aku benar – benar
kesal kepadanya.
Di tengah
pembicaraanku dengan Virly , Alya pun dating dengan wajah ceria sepertinya dia
sedang merasa bahagia bak terbang kea lam nirwana.
“Hey ....
seneng banget deh ,aku baru saja ngobrol sama kak Fiko.” Kata Alya dengan nada
yang kegirangan. Ya ampun lagi – lagi nama itu yang menjadi topic pembicaraan,
orang kayak gitu aja masak jadi trending topic di sekolah seluas ini. Aku mulai
muak dengan pembicaraan ini. Sedangkan mereka berdua semakin asyik membicarakan
cowok judes itu.
“Gak ada
topic pembicaraan lain selain membahas cowok itu.” Celaku dengan sikap yang
benar - benar menaruh kebencian
terhadapnya..
“Kamu
kenapa sih Shil, sewot banget sama kak Fiko?” Tanya Alya panasaran.
“Iya kamu
Non , sinis banget sama pangeran keceku. Kamu ada masalah apa sama dia?” Virly juga ikut – ikutan mengintrogasi aku.
“Nggak
apa – apa kok.” Jawabku singkat.
“Hati –
hati lo Non , kalau bencinya kebangetan nanti berubah jadi benar – benar cinta
looo...” Alya mengejekku.
“Gak
pernah dan nggak akan pernah aku suka sama dia setelah perlakuan dia sama aku
tadi , kalian aja sama dia.” Aku mencoba menyakinkan
“Ok, fine
aku pegang omonganmu Non.” Sahut Cindy
“Eh gue
tahu kenapa tadi loe disuruh nyari orang yang berulang tahun hari ini. Karena
orang yang berulang tahun hari ini adalah kak Fiko. Gue denger dia itu paling
anti dengan yang namanya perayaan ulang tahun. Kayaknya itu deh alasannya
Celine suruh loe cari orang yang berulang tahunhari ini Shil, dia pengen
ngerjain loe doang.” Papar Alya.
Priiiiiiiiiiitttt.......
prittttttttttt......... prittttttttt peluit itu menjerit tepat pada waktunya,
sedikit membantuku untuk menghindar dari obrolan yang kurasa kurang menarik
ini. Mereka selalu membahas Fiko. Huft menyebalkan sekali.
Hari pertama MOS sangat melelahkan,
badanku terasa ingin rontok semua. Setelah ini aku berfikir utnuk langsung
pulang, merebahkan badanku di kasur kesayanganku, menyandarkan seluruh tubuhku
di persinggahanku sampai esok pagi.Betapa nyamannya, tetapi rencanaku buyar
seketika, setelah Virly dan Alya mengajak aku untuk pergi jalan – jalan ke
Mall. Aku tidak bias menolak tawaran ke-dua sahabatku ini. Terpaksa aku
menuruti ajakan mereka. Di sepanjang perjalanan , Virly dan Alya mendiamkan aku
, mereka tidak mengajak aku ngobrol. Mereka asyik membahas Fiko, orang yang
baru saja di kenalnya. Aku didiamkan seperti patung.
Tiba di halaman Mall , Virly dan Ane
mengajak aku mengitari setiap sudut Mall tanpa tujuan yang jelas, mereka benar
– benar menyebalkan , bahkan tidak ada satupun dari mereka yang ingat dengan
hari teristimewaku ini. Tiba – tiba Virly mengajakku ke kamar mandi, Alya pergi
di salah satu cafe yang ada di Mall. Tingkah laku Alya dan Virly sangat aneh ,
mereka seolah menutupi sesuatu dariku. Begitu Virly keluar dari kamar mandi, dia
langsung menuju ke tempat Alya.
“Surpriseeeee....”
teriak orang – orang di cafe begitu aku memasuki pintu masuk kafe yang sangat
gelap dan tiba- tiba lampu menyala serentak.
“Happpy
b’day Nona Manis.” Ucap Virly kepadaku
Ternyata
dugaanku salah mereka semua bahkan telah merancang pesta kejutan untuk diriku.
Disana juga ada bunda dan ayahku yang ikut bersekongkol membuatku kesal
seharian.
“Thanks
you guys... I’m so happy.” Jawabku dengan terharu.
Dari
sekian banyak orang yang ada di cafe itu, aku tidak melihat batang hidung kakak
laki – lakiku , Bang Hamka. Mungkin dia masih marah sama aku, gara – gara dia
mengira seluruh perhatian ayah dan bundaku mereka curahkan hanya untuk diriku.
Kemarin saja di rumah, Bang Hamka rebut besar sama Ayah dan Bunda sampai dia
memutuskan untuk meninggalkan rumah. Aku berharap Bang Hamka bias terbuka pit
hatinya untuk kembali ke rumah. Aku merasa bersalah sama Bang Hamka, aku telah
menggoreskan luka yang cukup dalam di hati bang Hamka, luka yang mungkin tidak
ada obatnya. Bang Hamka kalau di rumah hanya mengubur dirinya di kamar, karena
dia merasa tersisih dan terabaikan.
“Bang
Hamka ma’afkan Shila bang.” Gumamku dalam hati
Ku peluk
ayah dan bundaku dengan erat seakan aku tak ingin melepas pelukan itu. Walaupun
pesta ini sederhana, tetapi justru kesederhanaan inilah yang membuat pesta ini
menjadi penuh makna dan penuh arti.
“Bun,
bang Hamka mana?” tanyaku pada bunda.
“Sudahlah
Shil jangan membahas itu sekarang, nanti kalau plang bunda ceritakan.” Jawab
bunda.
“Shila
sudah tahu jawabannya kok bun, Bang Hamka belum pulang kan.”
“Lupakan
sejenak saja sayang , ini hari jadi kamu, ayah harap kamu bias bersenang –
senang mala mini, tanpa ada secuil beban pikiran yang mengendap di pikiranmu.”
Sela ayah.
“Baiklah
ayah.”
Seraya kami menikmati hidangan yang
tersedia, di ujung pintu masuk kafe ini, aku melihat sosok laki – laki yang tidak
asing bagiku. Ya benar itu kak Fiko beserta genk-nya , mereka bias di bilang
pangeran – pangeran sekolah. Tiba – tiba saja Virly tanpa malu menghampiri kak
Fiko, dan yang lebih mengejutkan lagi Virly mengajaknya untuk bergabung.
“Selamat
ulang tahun.” Sangat mengejutkan kak Fiko mengucapkan ucapan ulang tahun
untukku, di susul dengan kak Dennis, kak Verrell , dan kak Jhony. Sungguh tak ku sangka
“Iya kak,
sama – sama. Kakak juga happy birthday ya.” Balasku.
“Kakak –
kakak yang kece – kece ini kalau mau pesan makanan , tinggal paggil waitersnya
aja ya kak. Gak usah sungkan.” suruh Virly dengan centil.
Huh dasar
Virly mggak bias lihat yang bening sedikit. Betapa salah tingkahnya aku , kak Fiko
benar – benar membuat aku mati gaya. Ternyata setelah aku telusuri dan mengorek
informasi dari teman – teman kak Fiko, kenapa kak Fiko paling anti dengan yang
namanya perayaan ulang tahun adalah karena semakin dia bertambah umur semakin
berkurang juga kesempatannya untuk hidup lebih lama. Aku rasa kak Fiko adalah
sosok orang yang takut mati.
Peristiwa kemarin malam, terus mengusik pikiranku.
Rasa aneh kepada kak Fiko, dia begitu berbeda,perlakuannya terhadapku tidak
seperti kemarin siang.
“ Shilaaa...
Cepat mandi.” panggil Bunda dari luar kamar. Tanpa Bunda ketahui bahwa aku
sudah bersiap untuk berangkat.
“Semoga
MOS hari ini tidak begitu menyebalkan seperti hari kemarin Ya Allah.” Pintaku
dalam hati.
Aku
memasuki gerbang sekolah dengan harap – harap cemas. Virly sudah siap siaga
menunggu kedatanganku dengan Alya. Dia tampak ceria , entah hal apa yang mampu
membuat hatinya berbunga – bunga hari ini.
“Ayo Vir
kita masuk.” Ajakku pada Virly.
“Kamu
duluan aja La, nanti aku nyusul.” Jawab
Virly.
“Kamu
nungguin siapa sih, nungguin Alya yaa?”
“Kamu kepo banget sihhh Non. Mendingan kamu
duluan aja nanti aku nyusul. OK.”
“Ok deh
aku duluan ya.” Jawabku.
Tiba – tiba saja Virly menepuk
pundakku dari belakang, semenjak dari gerbang tadi dia sangat kegirangan. Dari hari pertama kita MOS kemarin Virly sangat
berbeda, dia nampak ceria belakangan ini. Apa dia suka sama salah satu siswa di
sini.
“Tebak
deh Shil. Aku dapet nomor ponselnya kak Fiko.” Kata Virly kegirangan sambil
mengotak – atik ponselnya.
“Ya ampun
kak Fiko lagi.. apa sih istimewanya dia?” jawabku kesal.
“Tau nih
Virly, aku juga mau kali di kasih nomor ponselnya. Aku minta dong Vir. Kamu
cantik deh.” Rayu Alya nampaknya dia juga suka sama kak Fiko.
“Heran
deh Shil, masak kamu gak suka sama dia. Munafik banget kalau ada cewek yang gak
suka sama kak Fiko” Sahut Virly.
“Iya sih
dia ganteng, tapi kelakuannya itu lo yang bikin aku illfeel. Dia dan genk-nya
sok kecakepan , merasa mereka paling populer di sekolah ini.” Jawabku kesal.
“Nggak
kok kak Fiko gak kayak gitu.” Sahut Virly dan Alya serentak.
“Terserah
kalian aja, mau percaya apa nggak.” Pungkasku meninggalkan mereka berdua.
Aku mencoba menenangkan diriku di taman belakang. Aku
sangat kesal kepada mereka berdua yang memuja Fiko laksana dewa.
“Nggak
baik cewek duduk ngelamun di sini.” Sapa kak Verrell dari belakang.
“Ada
apa?” jawabku masih terlihat kesal.
“Judes
banget sih. Kamu yang kemarin ulang tahun itu kan?”
“Udah deh
kak, jangan tambah bikin moodku down.
Mending kakak ngurusin urusan kakak sendiri deh , jangan ngurusin urusan orang
lain.” Jawabku kesal. Dan kakak Verrell langsung membalikkan badannya dan
langsung pergi meninggalkan aku.
Aku gak
suka orang lain ikut campur urusanku. Hidupku biar aku sendiri yang
mengendalikannya, bukan Ayah, Bunda , Kakakku, Virly dan Alya atau siapapun.
Mereka hanya sebagai penasehat saja , tetapi tanpa adanya mereka hiup terasa
hambar. Mungkin aku sangat egois.
Tak ku sangka , orang yang mampu membongkar sifat
asliku adalah kak Fiko, sebelumnya aku tidak akan pernah terpancing dengan
emosi, Bahkan Ayah Bundaku memarahi aku sampai seluruh dunia bergetarpun, aku
tak akan meledak – ledak dan melawan Ayah – Bundaku.seumr hidupku baru kali ini
aku marah sama seseorang sampai separah ini. ADA APA DENGAN DIRIKU?
Aku
merasa bersalah dengan kak Verrell, aku tadi telah membentak dia, mencaci dia.
Aku berlari mengejar langkah kak Verrell untuk meminta ma’af, dan semoga aku
menapatkan ma’af darinya.
“Kak
Verrell....” Teriakku.
“Apa
lagi?”
“Kak
Verrell aku minta ma’af .”
“Minta
ma’af untuk?” Tanya kak Verrell.
“So-al
yang tadi kak.”
“No
problem.” Jawabnya singkat.
“Kakak
dingin banget sama saya. Kakak masih marah?”
“Nggak
ada alasan buat gue untuk marah sama loe.” Jawab kak Verrell.
“Tuh kan
kakak marah.."
“Kamu
sebenarnya kenapa sih Shil, kelihatannya kamu lagi banyak banget beban hidup.”
Tanya Kak Verrell.
Baru kali
ini aku akrab dengan kakak kelas yang baru saja aku kenal.
“Aku
punya banyak masalah kak di rumah. Kakakku marah sama ayah dan bundaku. Dan
sekarang dia kabur dari rumah karena ia merasa tersisih.”
“Ya udah
kamu yang sabar , cepat atau lambar kakak kamu pasti bakal pulang, percaya deh
Shil. Kamu baik, tapi sedikit emosian.”
“Iya kak
aku belakangan ini memang berubah menjadi orang yang emosian, mungkin karena
aku banyak masalah.”
“O iya
kak aku mau tanya, kakak ada pertalian darah sama kak Fiko, kok wajah kalian ada kemiripan?”
lanjutku.
“Iya kami
sepupu-an.”
“udah
sana kamu gabung sama yang lain, udah mau di mulai acara selanjutnya ini.”
Perintah kak Verrell.
“Siap
boss.” Pungkasku.
Tanpa
terasa sudah 2 hari berlalu , akhirnya MOS telah berakhir. Kakiku dengan ringan
keluar dari gerbang sekolah tak seperti biasanya. Aku sudah sedikit bias
bernafas lega , terbebas dari belengu penderitaan yang seakan –akan tak henti-
hentinya menyiksaku.
“Mau
bareng sama gue.” Tanya seseorang dari belkang tubuhku. Suara itu tak asing
lagi untuk telingaku. Ternyata itu suar kak Fiko.
“Tidak
terimakasih, aku sudah di jemput Ayah, paling sebentar lagi ayah dating, kakak
duluan aja.” Jawabku pada kak Fiko Entah kesambet setan apa, Dia ngajakin aku
pulang bareng.
“Ya udah
gue tungguin loe aja deh ,sampai ayah loe jemput. Disini sudah gak ada siapa –
siapa , kasian kalau loe nungguin sendirian.”
“Kakak
mendingan pulang aja duluan, aku gak apa – apa kok nunggu sendiri di sini.”
“Gue
pulang duluan kalau gitu. Hati – hati disini banyak penjahat.”
“Jangan
nakut – nakutin deh. Mending pulang aja sana.” Bentakku.
“Ok fine gue pergi.”
Sekian
lama aku menunggu kedatangan ayah , tapi ayah gak kunjung dating. Nyesel tadi
aku kenapa gak mau di anterin sama kakak tengil tadi.
“Masih
belum di jemput juga.” Kakak Fiko kembali lagi.
“Ngapain
kesini lagi sih?”
“Yeeee,
GR orang gue mau ngambil proposal OSIS yang ketinggalan.” Jawab Fiko.
Diapun
melenggang masuk sekolah. Ayah ku ternyata gak bias jemput dia lembur hari ini.
Tengsin dong aku kalau pulang bareng
kak Fiko.
“Gimana ,
mau bareng sama gue. Ini tawaran yang terakhir. Tidak ada tawaran yang ke-tiga
kalinya lo Shil.”
“Ok, aku
bareng sama kakak. Kakak tau namaku dari mana?” tanyaku seakan – akan ingin
tahu.
“Mata gue
masih normal kali buat liat karton nama loe.”
“Ayo ,
naik.” Sambung kak Fiko.
Sepanjang
perjalanan ku lalui dengan rasa hambar, bak sayuran tanpa garam. Tak ada sepatah
obrolan yang mewarnai perjalanan tadi. Sampai akhirnya Kak Fiko memulai
pembicaraan.
“Shila.
Kamu laper nggak, kita makan dulu yuk.” Tanya kak Fiko cukup mengagetkanku.
“Tadi
kakak bilang apa?”
“Hadeeeh
lemot, tadi aku bilang kamu laper nggak?” teriak kak Fiko.
“Tapi gak
usah ngatain lemot juga kali, aku cukup pinter kok. Di SMP aja aku dapat juara
parallel terus.” Jawabku.
“Tau deh
yang bintang kelas, habisnya kamu sih di tanyain malah bengong. Pertama kali
ini ya di boncengin sama cowok seganteng dan sekeren gue.” Ejek kak Fiko sambil
terkekeh.
“PD
banget sih.” Jawabku singkat.
“Di ujung
jalan sana ada Mall. Kita berhenti dulu yuk, cari makan laper banget nih
seharian ndampingin peserta MOS yang muridnya beeeh , bandel dan anarkis abis.
Termasuk kamu.”
“Kayak
situ nggak pernah gitu aja. Udah deh kak obrolan kita makin nggak nyambung dan
bikin aku kesel.” Tutupku.
“Ihhh
ngambek. Iya deh maaf. Jangan Ngambek dong Chubby.” Rayu kak Fiko.
Tanpa terasa kita berdua sudah sampai di depan
Mall. Kitapun memarkirkan sepeda motornya kak Fiko dan menuju ke salah
satu kafe di Mall. Kak Fiko menggandeng
tanganku sampai tiba di kafe yang menjadi tujuan kita. Pikiranku melayang,
Tuhan kak Fiko menggandeng tanganku. Setahuku dia sangat selektif mengajak
teman perempuannya jalan – jalan , bahkan hamper tidak pernah. Paling kalau
jalan – jalan atau nongkrong pasti bersama kak Verrell, dan kawan – kawan,
itupun informasi yang ku dapat dari Virly. Jadi hal yang langka jika kak Fiko mengajak
cewek jalan – jalan.
“Kamu
duduk di sini, biar aku yang pesen menunya.OK chubby.” Perintah kak Fiko.
Dia
sangat perhatian sama aku. Persepsiku mengenai dia 180 derajat berbeda. Aku
salah menilai kak Fiko.
***
Muka
judes Virly dan Alya sudah siap menyambut kedatanganku di sekolah. Ada sesuatu
yang membuat mereka memasang muka serem seperti itu. Pagi itu, entah dari mana
datangnya, entah siapa yang membuat ulah dan membuat sekolah cukup heboh dengan
gossip yang tak sedap di dengar telinga. Dari awal Virly menginjakkan kaki di
sekolah, sayup – sayup dia mendengar obrolan anak seantero sekolah, yang tak
jelas topic pembicaraannya.
Tiba –
tiba saja Virly menarik tanganku dengan erat, sepertinya dia sangat marah
kepadaku.
“ Kamu
munafik Shila.”
“Maksudmu
apa Vir?”
“ Jangan
seperti kura – kura dalam perahu. pura – pura tidak tahu! Loe kemarin jalan
sama Fiko kan? Bilangnya aja dia bukan tipe loe. Eh taunya di embat juga.
Munafik dasar!”
“ Dengerin
penjelasan aku dulu Vir, kemarin itu kak Fiko cuma mau nganterin aku pulang,
ayahku nggak bias jemput kemarin.”
“Nganterin
kamu kok sampai Mall. Rumah kamu sudah pindah ke Mall?”
Kringggggggg........kringggggg............kringggggggg.
Bel tanda masuk berdering.
“Masalah
kita belum selesai.” Pungkas Virly dengan membawa sejuta amarah.
Aku
merasa nggak enak sama Virly, selama mengikuti pelajaran Pak Tristan tidak ada secuil
ilmu yang bias tercerna oleh otakku. Amarah Virly tadi benar – benar mengganggu
konsentrasiku.
“Semua
ini gara – gara Fiko.” Gumamku.
“Hai
Shila.” Sapa kak Fiko di kantin sekolah.
“Ada
apa?”
“Boleh
aku duduk?”
“Kursi di
sini milik umum , nggak ada hak buatku ngelarang siapa aja untuk duduk disini.”
Jawabku dengan muka judes.
“Kamu
kenapa sih, bentar – bentar baik , bentar – bentar judes banget. Labil kamu
Shil”
“Emangnya
kamu nggak denger ya , hamper semua anak di sekolah ini ngomongin kita berdua
gara – gara kemaren kakak nganterin aku pulang. Kakak kok cuek aja, aku sampai di
musuhin sama temen – temenku yang ngefans dan suka sama kamu kak.”
“Kupingku
sudah terlalu kebal untuk mendengar gosip murahan seperti itu, hamper semua
yang aku lakuin di luar sana menjadi bahan gossip yang mereka rasa menarik
untuk menjadi topic perbincangan, jadi kamu nggak usah ribet gitu.”
“Susah
ngomong sama orang yang gila popularitas.”
“Gue
nggak gila popularitas, tapi mereka sendiri yang mengidolakan gue. Gue juga
merasa lelah dengan kehidupan ini Shil. Ingin rasanya aku berlari sejauh
mungkin, meninggalkan realita ini. Aku sudah jenuh dengan semua ini Shil.”
“Tapi
kenapa kakak nggak nyoba utarakan keinginan kakak kepada semua orang, kalau
kakak nggak ingin di kekang, kakak ingin bebas ngelakuin apa aja tanpa tergores
rasa takut di mata – matain.”
“Susah
Shil.”
“Segala
sesuatu di dunia ini jika di lakukan dengan ikhlas dan tulus akan terasa mudah
kak, asalkan kita ngelakuinnya dengan ketulusan hati dan dengan niat yang
sungguh – sungguh.”
Lagi – lagi aku kembali termenung, pikiranku
melayang mencoba mencari sebuah titik kedamaian, karena hanya di titik itulah
aku bias berfikir secara logis. Aku mencoba berkhayal menggantikan peran kak
Fiko, jiwaku membumbung tinggi ke
cakrawala bersama bebebasan yang tak terikat. Aku meresapi setiap aliran waktu
hingga akhirnya aku mulai mengerti apa yang menjadi keinginan kak Fiko selama
ini. Dia hanya ingin bebas ,terlepas dari kehidupan yang menurut dia sangat
melelahkan.
“Adakalanya
kita merasa jenuh dengan jalan cerita hidup kita, tapi dengan kejenuhan itu
seharusnya kita bias belajar tentang cara menghadapi problema kehidupan. Memang
ketika manusia ditekan diluar batas kewajaran, maka insting pertama adalah
memberontak. Tapi kita harus berfikir jernih kak, semua ada hanya karena
kehendak dan takdir – Nya. Sekarang gini, kakak anggap saja semua fans kakak
itu adalah kerikil – kerikil kecil yang mejadi penghias kehidupan kakak. Tanpa
adanya mereka , hidup kakak pasti akan terasa hambar dan lempeng saja kan? Kesulitan
akan gampang dipecahkan dengan mengubah cara pandang kita. Tuhan menciptakan
kehidupan begitu adil. Seharusnya kakak bias bersyukur.”
“Semua
ucapan kamu itu betul, tapi hal seperti inilah yang membuat orang – orang yang
benar – benar tulus saying kepadaku merasa nggak nyaman. Bukankah kamu juga?
Kamu mulai merasa nggak nyaman dekat denganku, karena selalu menjadi bahan
perbincangan.”
“Memang
kak, tetapi tidah ada masalah yang tidak ada solusi, tergantung bagaimana kita
menyikapinya, apakah kita akan berhenti di masalah tersebut dan mencoba mencari
sebuah titik terang ataukah kita akan lari dari kenyataan dan meninggalkan
masalah tersebut tanpa sedikitpun
jejak.”
Kakak Fiko hanya termangu meresapi
sepatah demi patah kata yang terlontar dari mulutku.
“Aku ke
taman dulu kak, mau tenangin pikiran. Kupingku pengang denger seluruh ruh
penghuni sekolah ini membicarakan kakak.”
“Jangan
pergi dulu Shil, aku masih mau cerita sama kamu. Sebenarnya aku sudah punya
orang yang istimewa.”
“Maksud
kakak, kakak sudah punya pacar??” Jawabku kaget.
“Iya dia
Celine anak XII IPA 1. Kamu kenal kan?”
“Apa??!
Kakak pacaran sama Celine?” Aku semakin kaget.
“Siap
yang nggak kenal sama Celine.orang yang membuat kakiku pegal – pegal karena
menhukumku mengitari sekolah sebanyak 10 kali.” Gumamku dalam hati.
“Seharusnya semua yang kakak miliki saat ini
merupakan hal yang patut di syukuri. Kakak harus selalu introspeksi diri dan
selalu bersyukur kepada Tuhan. Aku sebutin satu – satu ya kak anugerah Tuhan
yang telah di berikan sama kamu. Pertama, Kamu terlahir dengan anggota tubuh
yang sempurna. Kedua, Mempunyai paras yang rupawan. Ketiga, banyak orang yang
saying dan perhatian sama kamu. Ke-empat,
orang terpopuler di sekolah. Ke-lima, punya pacar yang cantik dan semoga
hatinya juga cantik. Semua anugerah Tuhan itu masih belum cukup juga untuk
membuat kakak megucapkan rasa syukur kepada Tuhan?” Lanjutku.
Tuhan
menciptakan kehidupan begitu adil, manusia tidak lepas dari kekurangan dan
kelebihan, tetapi dengan kekurangan itulah kita bias belajar arti hidup yang
sesungguhnya. Seharusnya masalah yang di hadapi kak Fiko saat ini, bias dia
mafaatkan sebagai acuan untuknya supaya menjadi pribadi yang lebih baik lagi,
seharusnya dia bersyukur karena di karuniai oleh Allah banyak kelebihan.
Parasnya rupawan, dia pintar, pandai bergaul dan berorganisasi. Manusia
se-istimewa itu masih belum bias bersyukur?
***
“Heey kamu anak baru.” Teriak Celine kepadaku.
“Kakak
manggil saya?”
“Udah deh
gue nggak mau basa – basi sama loe. Loe jangan ngedeketin Fiko lagi. Dia itu
pacar gue.”
“Iya aku
juga sudah tahu kok, tenang aja kakak nggak perlu risau, nggak perlu kawatir.
Yang santai kayak di pantai , Yang rileks kayak di kompleks dan jangan panic
kayak naik Titanik , aku nggak bakal
tertarik sama yang Kak Fiko. Dia sudah aku anggap kayak kakakku sendiri.”
Jawabku diselingi sedikit gurauan.
“Loe jangan sok asyik sama gue, gue tegasin
satu kali ini lagi ya loe jangan berani ngedeketin Fiko lagi.”
“Kakak
terlalu overprotective sama Kak Fiko. Semakin erat kamu mengenggam pasir di
tanganmu semakin besar pula resiko kamu akan kehilangan pasir itu, karena
semakin erat kamu menggenggam pasir itu, dia akan mencari celah utuk keluar.”
Jawabku meninggalkan Celine dengan muka yang masih memerah.
“Shila.” Panggil Virly dengan nada yang dingin
pertanda dia masih marah denganku.
“Loe
keterlaluan Shil, dulu loe bilang nggak akal suka sama Kak Fiko. Baru beberapa
bulan kamu kenal sama kak Fiko tapi kamu terkesan sudah sangat lama sekali
kenal sama kak Fiko. Padahal aku yang duluan suka sama dia, tapi kenapa kamu
duluan yang deket sama kak Fiko. Gue kecewa banget sama loe Shil.” Papar Virly seperti
tidak memberiku celah untuk berbicara.
“Kamu
dengerin penjelasan aku dulu Vir, aku capek ngejelasin ini berkali – kali sama
kamu. Aku sama kak Fiko nggak ada hubungan apa – apa. Kita Cuma temen, kak Fiko
nganggep aku sebagi adiknya. Iya aku akuin awalnya memang aku nggak suka bahkan
benci sama dia, tapi setelah gue piker – piker lagi dia nggak seburuk dari yang
gue kira, dia baik. Soalnya dia sudah punya pacar,dan Celine itu pacarnya.
Kasian dia Vir, dia ingin bebas, ingin lepas dari kejaran para fans-nya. Apa kamu
nggak sadar? Dia tuh nggak mau hidupnya di recokin sama orang – orang . Dia punya privasi yang seharusnya bias di
hargai oleh semua orang.”
“Loe tahu
nggak Shil. Omongan loe itu kayak nasi yang di diemin dua hari. Basi tau nggak.”
“Terserah
kamu deh Vir kamu mau percaya sama aku apa nggak yang penting aku udah
ngingetin kamu. Jangan Cuma gara – gara seorang Fiko persahabatan kita selama
bertahun – tahun jadi hancur. Sumpah pikiran kamu sependek itu, aku bener –
bener nggak nyangka.”
“Emang
persahabatan kita sudah hancur, setelah loe berkhianat sama gue dan Alya, Shil!
Bilangnya loe nggak suka sama Fiko tapi nyatanya? loe Munafikk.”
“Kamu
nggak paham atau gimana sih Vir. Aku capek debat sama kamu. Terserah gimana
kamu nganggep aku. Yang penting aku nggak munafik kayak yang kamu pikirin. Kamu
kayak anak kecil yang nggak bias berfikir dewasa.”
Tiba –
tiba di tengah panasnya suasana saat aku berantem sama Virly, Alya dating dan
mencoba melerai kami berdua.
“Kalian
sampai kapan berantem terus. Aku sedih tahu kalian kayak gini. Jangan Cuma gara
– gara kak Fiko persahabatan kita hancur. Masih banyak cowok ganteng di luar
sana yang antri buat dapetin cinta kalian.” Ujar Allya diiringi isakan tangis.
Air matanya terus berlinang membasahi pipinya.
“Sebenernya
aku juga nggak mau begini Al. Aku pengen kita kumpul seperti dulu.” Jawabku
lirih.
“Halah
nggak usah munafik loe Shil . Loe bilang nggak ingin persahabatan kita hancur,
tapi kelakuan loe ke kak Fiko secara tidak langsung membuktikan bahwa loe itu
bermuka dua. Coba loe dulu nggak bilang kalau loe nggak bakal suka sama kak Fiko
pasti gue nggak akan sebenci ini sama loe, loe tau kan gue paling nggak suka
sama orang Munafik.”
“Virly!!!!!
Cukup kamu bilang kalau aku Munafik, aku nggak munafik. Ok kalau mau kamu dan
semua orang di sekolah ini aku jauhin Fiko. Aku bakal pindah dari sekolah ini.
Sekarang loe puas!” pungkasku
meninggalkan Virly dan Alya yang masih saja menangis tersedu – sedu.
***
Kring .... kring....kring ....
Bel istirahat berbunyi kini tiba saatnya untuk mengisi perutku yang kosong
karena seharian mengikuti pelajaran yang menurutku menyenangkan, tapi tidak
untuk teman – teman sekelasku yang baru . Mereka bahkan benci dengan mata
pelajaran yang satu ini yaitu MATEMATIKA. Entah mengapa mereka semua benci
dengan bidang study yang satu ini. Tetapi bagiku meninggalkan pelajaran yang
satu ini ibarat berjalan tanpa kedua mata, bias di bayangkan jika kita berjalan
dengan mentup ke-dua mata kita, pasti kita akan menabrak, begitulah pentingnya
Matematika buatku. Sangat naïf jika siswa yang bersekolah di International High
School tidak mampu mengembangkan pola pikirnya. Hingga mereka memilih untuk
bersenang – senang dengan kehidupan remajanya. Aku dulu juga pernah terjun
didunia mereka, tetapi kini tidak lagi
karena aku sudah kehilangan teman terbaikku. Banyak memang teman – teman yang
tak kalah menyenangkan ,tetapi bagiku Virly dan Alya lah teman terbaikku saat
ini. Kadang aku merasa telah membuang waktuku sia – sia hanya untuk merenungi
hal yang sudah terjadi. Dan akupun sadar waktu tidak akan mungkin berputar.
Hellooo ini bukan dunia dongeng. Kita harus berpikir realistis. Oke kita
lupakan masalah tentangVirly. Tanpa sadar aku sudah cukup lama terpaku dalam
lamunan. Akupun beranjak dari tempat dudukku.
Kakiku pun mulai ku langkahkan
untuk meninggalkan kelas menuju kantin sekolah ,waktu istirahat memang sangat
berarti bagi ku. Kantin sekolah sangat ramai penuh sesak , ingin rasanya aku
menyeka setiap orang yang bergerombol menutupi ibu kantin. Rasa lapar di
perutku semakin tak tertahankan, setelah beberapa jam mengikuti pelajaran yang
menurutku guruya sangat lucu dan mengundang tawa. Lagi dan lagi, hari ini
terpaksa aku harus mencari makan di luar sekolah. Karena tidak kebagian sebutir
nasipun di semua kantin sekolah. Kakikupun mulai melangkah meninggalkan hiruk
pikuk kantin sekolah yang penuh dengan lautan manusia. Aku terus berjalan
menyeka setiap orang yang manghalangi jalanku.
“Shila....” (seseorang memanggilku dari
belakang. Suara itu tidak asing lagi untuk terdengar di telingaku)
“Alya!!
Kamu ngapain kesini?” Balasku terkejut
melihat Alya berada di depan mataku saat ini.
“Aku
sengaja nyusulin kamu ke sini. Aku mau ngelurusin masalah kamu sama Virly.”
“Aku
capek bahas masalah itu lagi Al. Masalahku sudah terlalu banyak, jangan di tambah lagi, aku mohon.lagi pula
masalah itu sudah beberapa bulan silam”
“Iya
aku tahu, tapi apa salahnya kalau kamu jelasin pelan – pelan samaVirly, siapa
tahu dia akan luluh dan kita bias bersahabat lagi kayak dulu.”
“Mau di apakan lagi Al. Akupun bingung dengan
sikap Virly yang begitu dingin kepadaku. Aku sudah berusaha menjelaskan kepada Virly
berulang – ulang , tetapi dia tidak mau mendengarkan penjelasanku.” Jelasku.
Aku danAlya berjalan menuju taman belakang sekolah. Malas
sekali rasanya jika aku terus – terusan membahas masalah yang tidak ada ujung
pangkalnya. Mau diapakan juga ,aku dan Virly tidak akan bias lagi untuk
berdamai, bersapa dengannya pun sudah mustahil. Karena sejak peristiwa itu dia
memutuskan untuk mengakhiri persahabatan denganku.
“Shil.”
(Alya memulai pembicaraan)
“Hmmm.”
Jawabku sambil menikmati snack yang ku beli di depan sekolah tadi.
“Apa
kamu bahagia dengan sekolah kamu yang baru ini?”
“Suka
tidak suka, mau tidak mau, semuanya harus aku jalanin Al. Karena ini pilihanku.
Lagi pula aku disini sudah menemukan sosok yang membuatku bahagia , dia menjadi
penyemangatku.” Jawabku.
“Apa
kamu tidak ingin baikan dan bersahabat lagi dengan Virly?” Tanya Alya
“Aku
sebenarnya sangat sayang pada Virly , tapi apa boleh buat nasi telah menjadi
bubur. Semuanya telah terjadi.” Balasku.
“Seharusnya
kamu bias lebih dewasa menghadapi permasalahan ini.” Komentar Alya.
“Maksudmu
kurang dewasa gimana, aku sudah berusaha menjelaskan masalah itu pada Virly.
Tapi dia tetap pada pendiriannya untuk tidak mau mendengarkan aku. Menurutku
malah dia yang kurang dewasa dia terlalu egois.” Jawabku kesal mendengar
pernyataan Alya tadi.
“Aku
tahu kamu sangat dekat dengan Virly tapi
kamu harus berfikir realistis Al, pada masalah ini siapa yang memperkeruh
masalah dan siapa yang berusaha memperbaiki masalah.” Lanjutku dan aku mulai
naik darah dengan obrolan itu.
“Iya
aku tahu , tapi kita kan sudah sangat lama bersahabat. Dari SD sampai sekarang
lo Shil apa kamu tidak merasakan hal
itu. Apa kamu tidak rindu dengan kebersamaan kita dulu?” Alya mencoba
mencairkan suasana.
“Aku...”
Kringg......
Kringgg... Kringgg... bel tanda masuk berbunyi. Aku mengakhiri obrolan dengan Alya
.
“Aku
ke kelas dulu Al. Lebih baik kamu pulang saja.” Tutup pembicaraanku dengan Alya.
Alya hanya mengangguk tanpa
mengeluarkan sepatah katapun. Mungkin dia menganggap aku egois atau apalah, aku
gak perduli. Akupun berlari meninggalkan Alya yang terpaku di kursi taman.
Perkataan Alya tadi sangat
mengganggu pikiranku. Empat jam pelajaran aku lewati dengan pikiran kosong.
Memang benar ragaku ada di kelas, tetapi pikiranku melayang meresapi setiap
kata yang di lontarkan Alya kepadaku. Mungkin yang dikatakan Alya benar aku yang
terlalu egois tidak bias menyelesaikan masalah sehingga sahabatku membenciku.
Semua ini tidak akan terjadi jika orang itu tidak hadir pada kehidupan kita.
Orang yang telah merecoki persahabatanku dengan Virly yang telah kubina selama
bertahun – tahun lamanya.
Di sekolah baruku aku mulai
beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Ada satu orang yang berhasil mencuri
perhatianku dia membuatku penasaran dan ingin menggali lebih jauh tentang
pribadi dia. Namanya Verry Syahreza, tetapi biasanya di panggil Eza. Dia orang
yang sangat pendiam dan cuek tetapi kelihatannya dia cukup pintar, karena dia
sangat paham akan ilmu sejarah.
Satu hal yang menjadi tujuan hidupku, menjadi
orang yang berguna dan mampu berfikir logis. Berkelana mencari jati diri,
berusaha sekuat mungkin mencoba mengenali diriku sendiri, karena bagiku sebelum
kita mengenal orang lebih jauh aku harus mengenal sifat dan watakku sendiri.
Aku hanya manusia yang lemah tanpa daya dan kekuatan, hanya secerca tumpuan
yang mengantarkan aku mampu berdiri di atas kedua kakiku. Pengalamanku di
sekolah lama telah menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga untukku,
menjadi pecut cambuk untuk diriku agar tidak salah jalan lagi. Meskipun itu
semua hanya seuah kesalahpahaman.
“Eza!”
Sapaku.
“Iya.
Ada apa?” Jawabnya singkat tanpa basa – basi.
“Aku
boleh duduk di sini?”
“Silahkan
saja. Ini tempat umum, jadi siapapun boleh duduk disini, termasuk kamu.”
Jawaban
Eza tadi mengingatkan aku pada perkataanku kepada kakak kelasku dulu di
Sekolahku yang lama , sangat singkat tapi benar – benar membuatku tercengang.
“Kamu
lagi ngapain?” tanyaku padanya.
“Kamu
tidak lihat aku sedang membaca buku. Tolong
jangan ganggu konsentrasiku. Kamu bias diam kan?”
“Maaf
kalau aku ganggu.” Aku pegi meninggalkan Eza yang bersikap dingin kepada-ku.
Eza
benar – benar beda dari yang lain sifatnya yang dingin itulah yang membuatku
penasaran.
Ponselku bergetar, ada pesan masuk,
entah dari siapa, pesan itu berbunyi, “ Suksess yha Shil. Abang tahu kamu lagi
ada masalah sama Virly dan Alya. Jangan menyerah Semangat teruss, Abang tahu
kamu kuat. Jangan lupa sholat, inget terus sama Allah. Ma’afin abang selama ini
sudah berprasangka buruk sama kamu. Sekali lagi ma’afin Abang. My lovely sister,nya
abang kan kuat. Fighting J J .”
Tanpa
ragu aku membalas pesan bang Hamka,” Alhamdulillah bang Hamka nggak marah lagi
sama Shila. Bunda cemas sama Abang, Abang cepat pulang ya bang. Shilla sayang
Abang . Miss You My Brother <3 .”
“Secepatnya
Abang akan pulang dek. Salam buat ayah dan bunda.”
***
Setelah sekian lama hamper satu
tahun lamanya aku coba menarik perhatian Eza, akhirnya aku dekat juga
dengannya. Penantian yang lama aku tunggu dan terpendam akhirnya muncul di
hadapanku, benar kata orang – orang semua akan indah padawaktunya, perlahan –
lahan kedekatan itu semakin mendalam. Detik demi detik waktu bergulir. Kita
melalui waktu bersama, bertukar cerita pribadi, berbagi suka duka kehidupan ,
saling mendalami perilaku masing -
masing, tanpa merasa lelah aku mendengar seluruh jeritan hatinya, mengupas habis
setiap sudut bahan perbincangan.
Hatiku selalu gembira punya sahabat
dekat seperti Eza. Rasanya burung – buung ikut bernyanyi , bunga – bunga pun
nampak tersenyum manis kepadaku tatkala melihat aku dan Eza mengarungi waktu
bersama, hatiku terasa mekar kembali bak terhibur symphony indah disisiku. Aku
yakin hidupku akan bahagia bersama Eza. Sejak pertama kali aku melihat dan
menatap paras wajah Eza yang memancarkan cahaya,aku merasakan sesuatu yang
beda, entah sesuatu apa itu, sesuatu yang mampu membuat seluruh urat nadi yang
tersambung bagaikan kabel listrik di tubuhku berhenti mengalirkan darah,
pantaskah aku menamai sesuatu itu dengan sebutan rasa?
Hari yang sangat cerah ini merupakan
hari yang sangat buruk bagiku, aku mendapatkan kenyataan yang begitu memilukan.
Kenyataan itu mampu membuatku lemah tak berdaya, seluruh pembuluh darahku
seakan – akan berhenti mengalirkan darah, jantungku terasa berhenti berdenyut,
paru – paruku seperti tak mu menghembuskan udarany. Ternyata Eza sudah mempunya
tambatan hati idamannya, namanya Vita. Aku kenal sama dia karena dia adik kelas
kita , dan dia juga adi kelas Eza di SD dulu. Dia berlaku baik kepadaku selama
ini dia sering menyapaku. Aku tahu sifat Vita bagaimana, dia overprotective
sama Eza, bahkan kalau ada cewek yang berani dekat sama Eza baik di dunia nyata
maupun di dunia maya sekalipun dia tidak segan – segan untuk melabarak orang
itu. Beberapa teman satukelasku telah menjadi korban ke-gilaan Vita, bahkan dia
dijuluki Mulut Setan, karena mulutnya nggak bias di kontrolwaktu dia marah,
mulutnya dengan mudah melontarkan kata – katakotor yang tidak sepatutnya di
ucapkan.
Sangat
disayangkan Eza yang bias dikatakan cowok sempurna jatuh cinta sama gadis yang
kelakuannya minus alias sangat tidak mempunyai tata karma, hatinya tidak
secantik wajahnya. Percuma punya wajah cantik seperti bidadari kalau hatinya di
penuhi dengan rasa dengki.
Ponselku
bergetar, pesan masuk sari Eza berisi,” Sore Shil.”
Tanpa
ragu dan bimbang aku langsung membalas pesan
dari Eza , jari – jari ku menari di atas keypad ponselku menorehkan
huruf yang terangkai menjadi kata – kata ,”Sore juga, ada apa?”
Dengan
kilat dan singkat Eza membalas,” Kamu tahu nggak , apa arti........
Aku nggak habis piker dengan pesan
Eza tadi, masak dia nggak peka bahkan nggak tahu tetang panggilan sayang tadi.
Apakah dia sengaja bertanya itu padaku??
Sungguh sakit hatiku meratapi kenyataan ini. Rasanya seperti disiksa
dengan ribuan cambukan . baru kali ini aku merasakan sakit yang sesungguhnya.
Rasa sakit itu benar – benar telah merasuk ke dalam sukma kalbuku, merongrong
dan mengendap di hatiku. Bertahun ku menanti cintaku pada Eza terbalas, tanpa
syarat ku memuja dengan segenap jiwa dan ragaku. Penantianku sangat panjang seperti tak akan pernah berakhir dan
aku kini telah sampai di ujung batas kesabaranku. Aku merasa lelah sungguh aku
merasa lelah. Adakah cahaya menemani setiap langkahku, kala ku melintasi jalan
cinta tanpa temu...
Seribu kali aku mencoba menghindari
rasa sakit ini dan seribu kali juga aku mencoba tak kembali pada masalah ini.
Namun langkahku menjadi kian matang dan pasti , kini aku hanya bias dan sanggup
menatap bayangan Eza dalam cinta yang semu. Biarlah aku sendiri yang merasakan
perih ini akan ku pendam dan akan ku bawa sampai akhir nafas dan hayatku. Aku sadar hakikat cinta adalah melepaskan.
Karena semakin sejati cinta, semakin tulus aku melepaskan cinta itu. Menurutku
cinta itu adalah kepastian, sedangkan kata – kata dan tulisan seringkali di
artikan sebagai omong kosong yang sama sekali tiada kebenarannya. Aku tidak
akan pernah membenci Eza, seburuk apapun dia ,dimataku dia tetap yang terbaik,
senantiasa menjadi juara hatiku dan menjadi kenangan terindah. Eza akan selalu
tersimpan rapi dihati ini.mungkin inilah jalan takdir hidupku, mengagumi sesorang
dan tak pernah mendapatkan balasan cinta, tetapi aku tidak apa – apa asalkan
Eza bahagia aku, meskipun aku telah lama memendam perasaan cinta ini,
mengharapkan Eza menjemput hatiku.
Semua tentang kak Fiko, Celine, Alya
, Virly dan Eza biarlah menjadi warna kehidupanku, menjadi dilema kehidupan
yang sangat berharga, menjadi kerikil – kerikil kecil penghias sepanjang
perjalananku mengabdi di dunia yang fana ini. Semua masalahku pada Virly
biarlah waktu yang akan menjelaskannya. Tentang Kak Fiko kupasrahkan semua pada
Sang pemberi kehidupan. Dan Eza adalah kenangan terindah yang pernah kumiliki.
Biarkanlah semua masalah ini mengalir seperti air di sungai, suatu saat nanti
air itu akan menemukan tempat di mana dia akan bermuara. J Terimakasih Allah J
JJJ SELESAI JJJ